Selasa, 10 November 2009

My Ma

Mamaku keras kepala
Ia berkeras menjaga kami sembilan bulan di perutnya
Ia tak pernah belajar dari pengalaman
Ia berkeras melahirkanku padahal ia tahu betapa sakitnya proses persalinan
Ia sangat suka marah-marah
Tak pernah ia izinkan kami melakukan hal yang salah
Ia selalu mencari kesalahan kami
Karena ia mau kami lebih sempurna dari dirinya
Ia tidak mempercayai kami
Semua kesusahannya tidak ia ceritakan pada kami
Ia selalu berpura-pura kuat walau ia kelelahan
Hanya karena ia tak ingin anaknya khawatir
Ia keras terhadap kami
Ia tak mau kami berpangku tangan, tidak berusaha menjadi lebih baik
Ia pelupa
Ia tak pernah mengingat-ingat kebaikannya
Ia malas bekerja
Ia sering minta cuti demi anak-anaknya
Ia tidak peduli dengan dirinya sendiri
Yang penting baginya adalah anak-anaknya
Terkadang ia berbohong
Ia berkata kami yang terbaik, walau kami tahu banyak yang lebih baik dari kami
Ia selalu mengeluh akan kenakalan kami, anak-anaknya
Tapi ia tidak bisa kehilangan kami dari sisinya

My Pa

Papaku tidak pernah berkata cinta pada anak-anaknya

Karena setiap pengorbanannya lebih berharga dari kata cinta dari semua bahasa

Ia tidak peduli tentang prestasi kerjanya

Karena yang terpenting baginya adalah anak-anaknya

Dulu ia selalu sibuk mengurus ayam-ayamnya dan peliharaan lainnya

Tapi anak-anak selalu lebih penting baginya

Dulu ia pura-pura marah karena kami membencinya merokok di depan kami

Padahal di dalam hati ia sumringah membesarkan anak-anak yang anti rokok

Ia hampir tidak pernah mengajariku membaca Al-Qur’an

Karena baginya kami hanya layak diajar oleh yang terbaik dibidangnya

Ia kerja hingga sore setiap harinya

Tapi ia sanggup terjaga tengah malam demi anak-anaknya yang sakit

Ia menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya

Tapi ia tidak pernah memaksakan kehendaknya

Ia tidak pernah membanggakan dirinya

Tapi ia amat senang membanggakan anak-anaknya

Ia selalu mengalah ketika bermain melawan anak-anaknya

Karena yang terpenting baginya menyenangkan hati anak-anaknya

Ia tidak pernah memikirkan akibat rokok untuk tubuhnya

Tapi ia masih berusaha berhenti merokok atas permintaan anak-anaknya

Ia hampir tidak pernah memakai hadiah penghargaan atas dedikasinya

Yang ada dipikirannya hanyalah ‘apakah anakku terlihat bagus memakainya’

Ia lelah bekerja bolak-balik Cepu-Lhokseumawe setiap bulan

Tapi ia tidak pernah mengeluh demi anak-anaknya

Uangnya hanya tersisa beberapa puluh ribu di tabungan

Karena ia menggunakannya demi anak-anaknya

Ia tidak memikirkan kesenangan dalam hidupnya

Yang penting anak-anaknya tidak hidup susah seperti dirinya

Ia sedih ketika anak-anaknya tinggal jauh darinya

Tapi ia mengizinkannya demi kebaikan anak-anaknya

Ia tak pernah menjadi sarjana

Tapi ia susah melihat anaknya berlama-lama dengan tugas akhirnya

Ia tak pernah hidup demi dirinya

Seperti ayahnya yang hidup demi dirinya dan saudara-saudaranya

Minggu, 08 November 2009

ga penting!

ini berita pertama yang ga penting. cuma mau pamer, kalo uda ganti template! (padahal kalo dibuka juga tau ya?). tapi ini masi template buatan orang,, donlod dari finalsense.com. insya Allah dalam waktu dekat (ga tau kapan) mau buat template ndiri, doain ya!

Jumat, 06 November 2009

Fire in the Hole!!!

Siang ini, abis Jumat sebenarnya ada satu jam konseling ama wali kelas. Tapi, karean satu dan lain hal, beberapa guru turki pergi ke Jakarta. Ga tau buat apa, mau betapa kali ya?

Balik ke jam konseling. Karena ga ada guru, sebenarnya kami udah tawar-menawar ke pak Andi ama pak Hibban biar dikasi masuk lab komputer aja. Apalagi abis konseling emang jatah kami pelajaran computer. Setelah tawar-menawar yang alot,, ga tau Pak Hibban atau Pak Andi yang pelit (lha?), akhirnya kami ga dikasi masuk lab n harus ngumpul di kelas konseling kayak biasa.

Nah, begitu Pak Andi keluar dari kelas, aku mendapati sebuah kenyataan yang luar biasa;

TERNYATA CUMA AKU YANG MENJALANI MASA KECIL YANG BAHAGIA DARI 22 SISWA DI KELAS INI

Gimana ngga, belom ada semenit pak Andi keluar, entah siapa yang mulai, ntah kayak mana hal ini bias terjadi, seisi kelas terbagi jadi axis dan allies. Dengan bersenjatakan bola-bola kertas yang dipadatin, beberapa (puluh) kapur yang dipatah-patahin sebagai amunisi, ga lupa juga sebatang mancis sebagai bom atom, perang dunia pertama pun dimulai.

Ketauan wujud asli mereka. Dasar makhluk-makhluk yang suram masa kecilnya. Keliatannya baru di Fatih mereka bermain perang-perangan, ckckckk…. Dan aku, sebagai makhluk yang udah dewasa, baik hati, dan rajin menabung (halah) meringkuk di sudut belakang kelas, dengan mengandalkan tas OSN sebagai tameng. Dasar MKS, MKS…..

Tapi yah,, ga da pertemuan tanpa perpisahan, ga ada perang tanpa perdamaian. Perang ini pun berakhir waktu bel istirahat bunyi. Dan semua siswa pun berebutan masuk lab computer dengan damainya. Halah halah….